Autumn in Paris
(Ilana Tan)
Walaupun Tara gadis yang
blak-blakan, pada dasarnya ia tetap konservatif. Ia tidak suka terang-terangan
terhadap laki-laki. Selama ini ia sudah berusaha menunjukkan perasaannya, tapi
kenapa laki-laki itu tidak memahaminya? Apa lagi yang bisa ia lakukan? [halaman 70]
~
Tatsuya baru
saja duduk didepan meja kerjanya ketika sebastien menghambur masuk ke ruangan.
“Di sini
rupanya,” kata Sebastien sambil berdiri dihadapannya.
Tatsuya memandang
temannya dengan bingung. “Sebastien? Ada masalah?”
Sebastien mengibaskan
tangannya. “Bukan masalah pekerjaan. Aku datang ke sini untuk menanyakan
sesuatu yang pribadi.”
Tatsuya
menyandarkan tubuh dan mendengarkan.
“Aku sudah
mendengar dari Tara bahwa kalian berdua sering bertemu,” kata Sebastien sambil
berjalan mondar-mandir di ruang kerja Tatsuya.
Tatsuya
mengangguk sekali. “Ya, benar,” sahutnya. Lalu ia teringat ia sama sekali belum
pernah memberitahu Sebastien tentang hubungannya dengan Tara.
Sebastien
berhenti mondar-mandir dna menatapnya sambil berkacak pinggang. “Apa tujuanmu?”
tanyanya langsung.
Tatsuya mengerjapkan
mata. “Apa tujuanku?”
Sebastien
menarik kursi dan duduk di hadapan Tatsuya. Raut wajahnya serius. “Dengar,”
katanya, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Tara sudah seperti adikku
sendiri. Aku tidak mau kau mempermainkannya.”
“Astaga!
Sebastien...”
“Aku serius,
Tatsuya,” sela Sebastien. “Aku tidak tahu bagaimana bentuk hubungan kalian,
tapi aku hanya ingin mengingatkanmu. Jangan main-main dengannya.”
Tatsuya
menghela napas dan mengangkat kedua tangan. “Sebastien, aku mengerti maksudmu. Tapi
kenapa kau tiba-tiba bersikap begini? Apakah kau selalu begini dengan setiap
laki-laki yang dekat dengannya?”
“Tidak,” sahut
Sebastien. “Karena sebelum ini Tara tidak pernah menunjukkan gejala-gejala ia
menyukai laki-laki manapun.”
Alis Tatsuya
terangkat. Tiba-tiba percakapan ini menjadi menarik.
“Lalu maksudmu
sekarang dia menunjukkan gejala-gejala itu?” tanya Tatsuya tanpa bisa menahan
rasa senang yang tiba-tiba saja terbit dalam hatinya.
“Demi Tuhan!
Tatsuya, jangan senyum-senyum begitu. Aku tidak sedang bercanda,” kata
Sebastien tidak sabar. “Dengar, aku merasa dia mulai menyukaimu. Jadi kalau kau
tidak serius dengannya, cepat-cepatlah menyingkir. Aku tidak ingin Tara sakit
hati atau semacamnya gara-gara kau.”
Itu kabar yang
bagus sekali. Senyum Tatsutya melebar, lalu berubah menjadi tawa kecil.
“Tatsuya, kau
dengar atau tidak?” tanya Sebastien dengan nada datar.
Tatsuya
mengangkat kedua tangannya. “Aku mengerti, Teman. Sungguh aku mengerti
maksudmu.” Kemudian ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan melanjutkan, “Tenang
saja, Sebastien Aku tidak main-main dengan Tara-chan. Aku tahu apa yang harus kulakukan.”
Sebastien
menatapnya dengan heran. “Tara-chan?”
[halaman 105]
~
“Terima kasih.”
Suaranya gemetar. Tangannya juga. “Terima kasih atas semua yang sudah
kaulakukan untukku. Aku selalu senang bersamamu. Kau membuat segalanya
menyenangkan. Saat-saat bersamamu adalah saat-saat paling membahagiakan. Aku selalu
mengira saat itu bisa bertahan selamanya.”
Bolehkah ia
bersikap egois sekarang? Bolehkah ia meminta Tatsuya agar tetap bersamanya?
Ia menatap Tatsuya dan matanya
melebar. Apakah ia salah lihat? Tidak... sebelah mata Tatsuya yang tidak
tertutup perban sepertinya basah.
Tatsuya
menangis...! Tatsuya bisa mendengarnya...!
Air mata Tara
semakin deras. Ia mencondongkan tubuhnya dan menyentuh lengan Tatsuya dengan
perlahan.
“Tatsuya,”
panggilnya, lalu membekap mulutnya sendiri ketika ia mulai terisak. “Kau bisa
mendengarku? Kau mendengarku? Kau mendengar semua kataku?”
Setetes air
mata bergulir turun dari mata Tatsuya yang terpejam, namun Tatsuya sama sekali
tidak bergerak.
Tara mulai
terisak. “Jangan marah padaku kalau aku menangis sekarang.” Ia menggeleng. “Biarkan
aku menangis. Hari ini saja.” Ia menarik napas dengan susah payah. “Dengarkan
aku. Tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja. Kau dengar aku, Tatsuya?
Aku baik-baik saja. Mungkin butuh waktu, tapi aku akan baik-baik saja. Kau
boleh lihat sendiri nanti. Kau akan lihat tidak lama lagi aku akan kembali
bekerja, tertawa, dan mengoceh seperti biasa. Aku janji.”
Tara memegang
lengan Tatsuya dengan sebelah tangan sementara tangan lainnya menutup mulut. “Aku
akan baik saja,” isaknya pelan. “Aku akan selalu menyayangimu.” Aku mencintaimu... Aku mencintaimu... Aku
mencintaimu...
Lalu Tara
mendengar bunyi panjang dan datar yang membuatnya buluk kuduknya meremang. Ia mengangkat
kepala dan menatap monitor petunjuk detak jantung. Hanya ada garis lurus yang
terlihat di sana. Dan bunyi panjang dan monoton itu.... [halaman 258]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar