Jumat, 15 November 2013

My favorite part of Autumn in Paris

Autumn in Paris

(Ilana Tan)



Walaupun Tara gadis yang blak-blakan, pada dasarnya ia tetap konservatif. Ia tidak suka terang-terangan terhadap laki-laki. Selama ini ia sudah berusaha menunjukkan perasaannya, tapi kenapa laki-laki itu tidak memahaminya? Apa lagi yang bisa ia lakukan?  [halaman 70]

~

Tatsuya baru saja duduk didepan meja kerjanya ketika sebastien menghambur masuk ke ruangan.

“Di sini rupanya,” kata Sebastien sambil berdiri dihadapannya.

Tatsuya memandang temannya dengan bingung. “Sebastien? Ada masalah?”

Sebastien mengibaskan tangannya. “Bukan masalah pekerjaan. Aku datang ke sini untuk menanyakan sesuatu yang pribadi.”

Tatsuya menyandarkan tubuh dan mendengarkan.

“Aku sudah mendengar dari Tara bahwa kalian berdua sering bertemu,” kata Sebastien sambil berjalan mondar-mandir di ruang kerja Tatsuya.

Tatsuya mengangguk sekali. “Ya, benar,” sahutnya. Lalu ia teringat ia sama sekali belum pernah memberitahu Sebastien tentang hubungannya dengan Tara.

Sebastien berhenti mondar-mandir dna menatapnya sambil berkacak pinggang. “Apa tujuanmu?” tanyanya langsung.

Tatsuya mengerjapkan mata. “Apa tujuanku?”

Sebastien menarik kursi dan duduk di hadapan Tatsuya. Raut wajahnya serius. “Dengar,” katanya, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Tara sudah seperti adikku sendiri. Aku tidak mau kau mempermainkannya.”

“Astaga! Sebastien...”

“Aku serius, Tatsuya,” sela Sebastien. “Aku tidak tahu bagaimana bentuk hubungan kalian, tapi aku hanya ingin mengingatkanmu. Jangan main-main dengannya.”

Tatsuya menghela napas dan mengangkat kedua tangan. “Sebastien, aku mengerti maksudmu. Tapi kenapa kau tiba-tiba bersikap begini? Apakah kau selalu begini dengan setiap laki-laki yang dekat dengannya?”

“Tidak,” sahut Sebastien. “Karena sebelum ini Tara tidak pernah menunjukkan gejala-gejala ia menyukai laki-laki manapun.”

Alis Tatsuya terangkat. Tiba-tiba percakapan ini menjadi menarik.

“Lalu maksudmu sekarang dia menunjukkan gejala-gejala itu?” tanya Tatsuya tanpa bisa menahan rasa senang yang tiba-tiba saja terbit dalam hatinya.

“Demi Tuhan! Tatsuya, jangan senyum-senyum begitu. Aku tidak sedang bercanda,” kata Sebastien tidak sabar. “Dengar, aku merasa dia mulai menyukaimu. Jadi kalau kau tidak serius dengannya, cepat-cepatlah menyingkir. Aku tidak ingin Tara sakit hati atau semacamnya gara-gara kau.”

Itu kabar yang bagus sekali. Senyum Tatsutya melebar, lalu berubah menjadi tawa kecil.

“Tatsuya, kau dengar atau tidak?” tanya Sebastien dengan nada datar.

Tatsuya mengangkat kedua tangannya. “Aku mengerti, Teman. Sungguh aku mengerti maksudmu.” Kemudian ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan melanjutkan, “Tenang saja, Sebastien Aku tidak main-main dengan Tara-chan. Aku tahu apa yang harus kulakukan.”

Sebastien menatapnya dengan heran. “Tara-chan?” [halaman 105]

~

“Terima kasih.” Suaranya gemetar. Tangannya juga. “Terima kasih atas semua yang sudah kaulakukan untukku. Aku selalu senang bersamamu. Kau membuat segalanya menyenangkan. Saat-saat bersamamu adalah saat-saat paling membahagiakan. Aku selalu mengira saat itu bisa bertahan selamanya.”

Bolehkah ia bersikap egois sekarang? Bolehkah ia meminta Tatsuya agar tetap bersamanya?
Ia menatap Tatsuya dan matanya melebar. Apakah ia salah lihat? Tidak... sebelah mata Tatsuya yang tidak tertutup perban sepertinya basah.

Tatsuya menangis...! Tatsuya bisa mendengarnya...!

Air mata Tara semakin deras. Ia mencondongkan tubuhnya dan menyentuh lengan Tatsuya dengan perlahan.

“Tatsuya,” panggilnya, lalu membekap mulutnya sendiri ketika ia mulai terisak. “Kau bisa mendengarku? Kau mendengarku? Kau mendengar semua kataku?”

Setetes air mata bergulir turun dari mata Tatsuya yang terpejam, namun Tatsuya sama sekali tidak bergerak.

Tara mulai terisak. “Jangan marah padaku kalau aku menangis sekarang.” Ia menggeleng. “Biarkan aku menangis. Hari ini saja.” Ia menarik napas dengan susah payah. “Dengarkan aku. Tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja. Kau dengar aku, Tatsuya? Aku baik-baik saja. Mungkin butuh waktu, tapi aku akan baik-baik saja. Kau boleh lihat sendiri nanti. Kau akan lihat tidak lama lagi aku akan kembali bekerja, tertawa, dan mengoceh seperti biasa. Aku janji.”

Tara memegang lengan Tatsuya dengan sebelah tangan sementara tangan lainnya menutup mulut. “Aku akan baik saja,” isaknya pelan. “Aku akan selalu menyayangimu.” Aku mencintaimu... Aku mencintaimu... Aku mencintaimu...

Lalu Tara mendengar bunyi panjang dan datar yang membuatnya buluk kuduknya meremang. Ia mengangkat kepala dan menatap monitor petunjuk detak jantung. Hanya ada garis lurus yang terlihat di sana. Dan bunyi panjang dan monoton itu.... [halaman 258]
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar